Sunday, November 4, 2012

Kutarunggu Sang Rakata Menggelar Sidang Rakyat (pertama)

Oleh Marsigit (www.powermathematics.blogspot.com)

Rakata:
Wahai tamu undangan semua, tibalah saatnya kita menggelar sidang rakyat. Peserta sidang ini kelihatannya lengkap: ada para gunung Ndakiti, Ndadismen, Kanwala dan Kasala, ada sang Bagawat, ada Ramasita, ada Ahilu, ada Pampilu, ada Awama, ada Pratika, ada Cantraka. Saya juga melihat ada para stigma. Saya memohon sudilah sang Bagawat menjadi moderator pada persidangan ini.




Bagawat:
Terimakasih kepada Rakata yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menjadi moderator. Tetapi saya mempunyai permintaan, saya minta wewenang saya ditambah. Disamping sebagai moderator, saya juga ingin memposisikan diri saya sebagai fasilitator, dinamisator dan pembahas. Apakah permintaan saya diperbolehkan?

Rakata:
Silahkan

Bagawat:
Terimakasih. Saya ingin membagi sidang ini menjadi sidang pleno dan sidang rakyat. Pada sidang pleno saya akan bertanya dan memberi kesempatan kepada para gunung Rakata, Ndakiti, Ndadismen, Kanwala dan Kasala. Pada sidang rakyat saya ingin memberi kesempatan kepada peserta, siapa saja, yang ingin mengajukan pertanyaan atau tanggapan atau usul dst.

Bagawat:
Wahai Rakata, Ndakiti, Ndadismen, Kanwala dan Kasala, sebagai sebuah gunung, apakah yang engkau pahami tentang makna sebuah gunung itu. Silahkan jawab dari gunung yang paling rendah, yaitu Kasala.

Kasala:
Wahai sang Bagawat, bagiku gunung itu kekuasaan. Maka setinggi-tinggi tujuan hidupku adalah memperoleh dan menggunakan kekuasaan.

Kanwala:
Wahai sang Bagawat, bagiku gunung tidak hanya kekuasaan, tetapi gunung adalah pikiran. Maka setinggi-tinggi tujuan hidupku adalah memperoleh ilmu, kemudian aku gunakan ilmuku itu untuk mengelola kekuasaanku.

Ndadismen:
Wahai sang Bagawat, bagiku gunung tidak hanya kekuasaan, tetapi gunung adalah pikiran dan hatiku. Maka setinggi-tinggi tujuan hidupku adalah memperoleh ilmu yang berlandaskan iman dan taqwa, kemudian aku gunakan ilmuku dan hatiku itu untuk mengelola kekuasaanku.

Ndakiti:
Wahai sang Bagawat, bagiku gunung tidak hanya kekuasaan, tetapi gunung adalah pikiran dan hatiku, ketrampilan dan pengalamanku. Maka setinggi-tinggi tujuan hidupku adalah memperoleh ilmu yang berlandaskan iman dan taqwa, mencari ketrampilan dan pengalaman dan kemudian aku gunakan ilmuku, hatiku ketrampilanku dan pengalamanku itu untuk mengelola kekuasaanku.

Rakata:
Wahai sang Bagawat, bagiku gunung tidak hanya kekuasaan, tetapi gunung adalah pikiran dan hatiku, potensi, ketrampilan dan pengalamanku. Maka setinggi-tinggi tujuan hidupku adalah memperoleh ilmu yang berlandaskan iman dan taqwa, mengembangkan potensi, mencari ketrampilan dan pengalaman dan kemudian aku gunakan ilmuku, hatiku, potensiku, ketrampilanku dan pengalamanku itu untuk mengelola kekuasaanku demi kemaslahatan orang banyak.

Bagawat:
Apa yang selama ini aku khawatirkan ternyata terjadi. Aku mengkhawatirkan bahwa engkau semua kurang dalam dan kurang luas dan kurang komprehensif dalam memaknai kedudukanmu sebagai gunung. Walaupun jawaban Rakata adalah yang paling lengkap tetapi masih kurang mendalam kurang luas dan kurang komprehensif.

Bagawat:
Coba aku ingin bertanya kepada bukan gunung. Wahai Ramasita, apakah hakekat gunung itu menurut dirimu?

Ramasita:
Gunung tidak hanya kekuasaan, tetapi gunung adalah pikiran dan hati, potensi, ketrampilan dan pengalaman. Maka setinggi-tinggi tujuan hidup manusia adalah memperoleh ilmu yang berlandaskan iman dan taqwa, mengembangkan potensi, mencari ketrampilan dan pengalaman dan kemudian menggunakan ilmunya, hatinya, potensinya, ketrampilannya dan pengalamannya itu untuk mengelola kuasanya demi kemaslahatan sesama. Tetapi keteranganku itu belumlah cukup, karena pada hakekatnya hal yang demikian itu menjadi hak semua manusia untuk menggapai. Diakui atau tidak maka gunung adalah hak semua orang. Maka gunung adalah setiap orang dan setiap orang adalah gunung. Sedangkan tinggi rendahnya gunung itu relatif. Jika engkau datang kepadaku maka engkau harus mengakui gunungku. Setidaknya gunung pengetahuanku terhadap rumahku itu lebih tinggi dari pada pengetahuan tamuku. Itulah aku berhak mengklaim bahwa gunungku lebih tinggi dari tamuku.

Bagawat:
Kenapa bisa ada gunung tinggi dan gunung tertinggi?

Ramasita:
Itulah pengetahuan relatif dan pengetahuan obyektifku. Jika aku melihat ada sebuah gunung mempunyai pengikut gunung-gunung yang lain maka aku katakan gunung yang pertama sebagai gunung yang tinggi, demikian seterusnya sampai aku bisa menemukan gunung tertinggi. Sebenar-benar yang terjadi adalah tiadalah gunung tertinggi itu bagi manusia. Gunung tertinggi absolut hanyalah Tuhan Yang Maha Kuasa.

No comments:

Post a Comment